Kekhawatiran Gwen

Little Woman
3 min readJun 16, 2015

Gwen adalah seorang gadis yang sebentar lagi memasuki masa awal usia dewasa. Dia memiliki penyakit psikologis yang aneh. Gwen gadis yang sangat mudah gugup dan pencemas berlebih. Tentu saja dengan perilakunya yang seperti itu ia mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.

Gwen telah membaca banyak buku motivasi dan psikologi untuk menyembuhkan penyakitnya. Namun, tidak ada yang benar-benar mampu menyelesaikan masalahnya. Ia pernah mencoba bercerita kepada kedua saudaranya dan teman dekatnya. Tapi tidak membantu sama sekali. Jenis saran yang diterimanya adalah;

‘Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan’

‘Hadapi saja’

‘Hahaha.. kamu lucu’

‘Masa hanya seperti itu kamu gugup?’

Jadilah Gwen merasa seperti anak yang semakin aneh. Kadang, Gwen mencoba mencari tahu apa hanya ia, satu-satunya yang seperti ini.

Suatu siang, ia melihat Ibunya sedang mengetik artikel. Wajah sang ibu tidak terlihat begitu serius, maka Gwen pun bertanya.

“Bu, mauku buatkan kopi?” tawar Gwen. Ia tahu ibunya suka minum kopi hitam saat mengetik.

“Hm?” sang ibu menghentikan ketikannya sejenak untuk melihat Gwen. “Ah, terima kasih. Tapi kopi ibu masih ada” jawabnya sambil tersenyum.

Gwen manggut-manggut lalu meninggalkan sang ibu.

“Hai bu, aku kembali”. Gwen terlihat sangat senang membawa segelas susu dingin beserta biskuit yang ia temukan. Gwen lalu meletakkan gelas susunya berdekatan dengan secangkir kopi milik ibunya.

“Hai”

Gwen kembali memandang layar monitor. “Lagi tulis apa, bu?”

“Ah, artikel tentang keluarga. Ibu berencana memasukkannya di surat kabar”

“Ooh..” Gwen kembali mengangguk-angguk. “Hmm..uhmm...Bu, bagaimana ya cara menghilangkan perasan khawatir berlebih?”

“Oh? Seperti apa?”

“Yaaa banyak yang aku takutkan dan ku khawatirkan. Meski aku tau semua yang ku khawatirkan tidak semua terwujud.”

Ibu menghentikan kegiatan menulisnya dan mulai memperhatikan Gwen.

“Aku takut bertanya terhadap apa yang tidak ku mengerti. Aku takut hal yang kutanyakan adalah pertanyaan bodoh, seperti semua orang sudah tahu jawabannya. Sehingga aku dianggap lambat berpikir oleh orang yang kutanyai, misalnya guru. Makanya aku nyaris tidak pernah bertanya semasa sekolah dulu. Padahal, ternyata hal yang tidak kuketahui juga tidak diketahui oleh anak lain dan hal yang kuketahui kuanggap pertanyaan umum, temanku ngga tau.”

“Apa kau pernah dimarahi karena bertanya?”

Gwen mulai mengingat-ingat, lalu menggeleng. Tapi, aku membayangkan kemungkinan terburuk.

“Dan aku juga takut menjadi anak paling tertinggal di kelas. Aku tidak pandai berbicara di depan kelas. Aku mudah gugup sehingga beberapa teman cekikikan. Sebenarnya bukan hanya aku saja sih yang mereka jadikan objek tertawaan. Seperti Juni misalnya, ia ditertawakan karena mempunyai aksen bicara yang aneh. Jadi ia didengarkan karena ingin ditertawakan. Bukan karena mereka ingin mendengarkan apa yang Juni katakan.”

“ Begini, di semua lingkungan baik kehidupan yang dulu dan sekarang. Akan ada orang-orang yang berpikiran kerdil dan besar. Mau tahu, orang-orang yang berpikiran kerdil? Mereka adalah orang-orang yang selalu menertawakan hal-hal kecil, sepele dan tidak penting. Lihat saja bagaimana penemu seperti Wright bersaudara, ia juga ditertawakan kan? Jadi jika kamu merasa gugup berbicara di depan umum, akui saja dalam dirimu. Jangan malah berkata “Ah, tidak. Aku tidak gugup”. Karena jika kamu mengakui kelemahanmu lalu ditertawakan, kamu tidak akan begitu malu atau terpukul. Sebab sejak awal kamu sudah bisa mengukur kemampuanmu dan siap menerima konsekuensinya. Dibandingkan jika kamu berkata sebaliknya.”

“Dan bu, aku khawatir jika di universitas nanti banyak yang tidak kuketahui dibandingkan teman-temanku. Mahasiswa kan pintar-pintar, bu. Pintar berbicara, berdebat serta menggunakan istilah-istilah asing. Aku takut terlihat seperti anak-anak.”

“Sekarang ibu mau tanya. Apa teman-temanmu membaca buku sebanyak kau membaca buku?”

Gwen menggeleng yakin.

“Atau kalau pun mereka membaca, apa jenis bacaanmu sebanding dengan mereka? Mungkin mereka masih membaca novel dan komik?”

Gwen mengangguk.

“Bagaimana dengan menggambar? Apa kau yakin teman-temanmu bisa menggambar seperti dirimu?”

Gwen sadar ia belum mempu sepenuhnya mahir menggambar, tapi jika dibandingkan dengan temannya, tidak semua bisa menggambar. Gwen kembali menggeleng.

“Nah, Gwen. Kamu terlalu berfokus pada apa yang tidak kamu miliki dan kamu tidak bisa dibidang itu. Tanpa kamu sadari bahwa kamu mempunyai kemampuan LEBIH dari mereka. Dan bukankah ada sembilan kecerdasan? Ibu perhatikan kamu mempunyai kecerdasan interpersonal, naturalis dan linguistik.”

Gwen mulai tertawa setuju.

“Ya kan? Dan ibu yakin saat masuk universitas nanti pengetahuan kalian akan sama rata. Palingan hanya satu atau dua yang menonjol . Jadi tidak usah merasa tertinggal”

Gwen menenggak habis susu yang sudah tidak terlalu dingin lagi. “Jadi bu, aku harus bagaimana?”

“Ingat saja hal-hal kecil dan prestasi yang kau miliki. Itu akan membuatmu merasa tidak tertinggal”

Kini Gwen tersenyum sangat lebar.

--

--

Little Woman

I like it when it rains and I can hear the raindrops // Another story medium.com/@nabilazzahra